tirto.id - Memasuki Kamis, 20 Agustus 2020 ini, umat Islam menyambut pergantian tahun baru 1442 hijriah. Kalender hijriah merekam semangat hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Sejak peristiwa hijrah itu, barulah masyarakat Islam dianggap mandiri dan berdaulat di Madinah. Keadaan itulah yang diabadikan sebagai tahun pertama dalam sejarah penanggalan Islam atau kalender hijriah.
Selain itu, umat Islam tak bisa terlepas dari penanggalan lunar ini, misalnya, ibadah puasa harus mematuhi jadwal bulan Ramadan, demikian juga ketetapan puasa Muharam, dan sunah-sunah Islam lainnya.
Di sisi lain, sistem penanggalan Gregorian atau yang dikenal sebagai kalender masehi merupakan sistem penanggalan yang paling jamak digunakan di seluruh dunia.
Penanggalan masehi ini berbeda dari penanggalan hijriah, kendati sama-sama digunakan sebagai patokan waktu. Jika sistem perhitungan hijriah mengacu pada peredaran bulan mengitari bumi, penanggalan masehi berpatokan pada peredaran bumi mengitari matahari.
Penanggalan masehi dimulai sejak kelahiran Nabi Isa, dalam khazanah Islam, atau Yesus dalam literatur Nasrani. Kalender masehi ini juga dikenal sebagai penanggalan Gregorian, yang sistemnya dimulai dari hari Senin hingga Minggu, bulan Januari hingga Desember, dengan komposisi angka ganjil genap antara 31 dan 30, serta adanya tahun kabisat yang angka tahunnya habis dibagi empat.
Sementara itu, dilansir dari NU Online, kalender hijriah menghitung durasi satu tahun berdasarkan 12 siklus sinodis bulan atau 12 fase ketika bulan menampakkan hilalnya.
Sistemnya dimulai dari Senin hingga Ahad, dan bulan awalnya dimulai dari Muharam dan ditutup dengan Zulhijah. Siklus sinodis per bulannya juga variatif, rata-rata 29,53 hari.
Karena itulah, tidak seperti penanggalan masehi yang jumlah harinya dalam satu bulan adalah 30 atau 31, jumlah hari dalam penanggalan hijriah hanya 29 dan terkadang 30 hari. Tidak teratur juga, apakah saat tanggal 29 tampak hilal atau tidak.
Karena perbedaan tersebut, dalam hitungan satu tahunnya, kalender hijriah biasanya 11 hari lebih pendek daripada kalender masehi.
Sejarah Kalender Masehi
Kalender masehi yang kita kenal sekarang adalah penanggalan Gregorian yang merupakan penyempurnaan dari kalender Julian. Adalah Paus Gregorius XIII di masa kepemimpinannya yang menyempurnakan penanggalan Julian, dilansir dari Britannica.
Beberapa wilayah seperti Republik Venesia, Spanyol, Portugis, Belanda, Jerman dan Polandia merupakan negara-negara pertama yang secara resmi menerapkan sistem penanggalan ini melalui Inter gravissimas atau dekrit paus pada 1582.
Perubahan itu mengoreksi jumlah hari dalam satu tahun dalam penanggalan Julian yang sebanyak 365,25 atau 365 hari dan 6 jam. Padahal, rotasi bumi sendiri berlangsung selama 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik, maka setiap 1 milenium, kalender Julian kelebihan 7 sampai 8 hari (11 menit 14 detik per tahun).
Penambahan itu mengakumulasi perbedaan 11 menit 14 detik dari kalender Julian itu dan dipecahkan dengan hari-hari kabisat yang jatuh setiap empat tahun sekali.
Selain itu, kalender Gregorian ini juga menetapkan bahwa kelahiran Yesus sebagai tahun pertama. Karena itu, ia dikenal sebagai penanggalan masehi.
Sejarah Kalender Hijriah
Kalender hijriah dikenal sebagai kalender Islam. Tahun pertamanya dimulai sejak momen Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Dalam "Konsolidasi Metodologis Kalender Islam Internasional" yang ditulis Muh. Rasywan Syarif di Jurnal Bimas Islam tertera bahwa kalender hijriah pertama kali digunakan di zaman khalifah Umar bin Khattab.
Penetapan kalender Islam ini berasal dari usul Gubernur Irak Abu Musa al-Asy’ari yang mengalami kesulitan dalam pengarsipan surat yang ditulis tanpa tanda tahun.
Hal ini dikarenakan bangsa Arab lazimnya hanya menyematkan tanggal dan bulan, tanpa membubuhi tahun. Misalnya saja, pencatatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, diketahui jatuh pada 12 Rabi'ul Awal tahun Gajah. Pengingat tahun disematkan pada salah satu kejadian penting di antara banyak peristiwa yang terjadi sepanjang tahun.
Karena kesulitan itu, Umar bin Khattab mengumpulkan orang-orang terkemuka dan pakar untuk mengadakan musyawarah penetapan kalender yang akan digunakan dalam Islam.
Ada lima usul penetapan tahun pertama di penanggalan Islam di waktu itu, yaitu agar tahun pertama dimulai ketika wafat Rasululullah, atau sejak peristiwa Isra Mikraj, atau sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul, atau sejak kelahiran Rasulullah SAW, hingga usul Ali bin Abi Thalib agar kalender Islam dimulai sejak hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Usul itu diterima anggota musyawarah. Sejak 8 Rabi'ul Awal 17 H, kalender Islam ditetapkan dan digunakan secara luas di bawah panji Kekhalifahan Rasyidin. Kalender itu mulai dipakai di masa Umar bin Khattab. Karena berpatokan pada tahun hijrah Nabi Muhammad SAW, kalender itu dikenal dengan sebutan penanggalan hijriah.
Ruswa Darsono dalam Penanggalan Islam, Tinjauan Sistem (2009: 110) menuliskan alasan Ali bin Abi Thalib mengusulkan agar tahun hijrah itu dijadikan tonggak awal penanggalan Islam adalah agar umat Islam mengingat bahwa Alquran telah memberikan pujian kepada orang-orang yang berhijrah.