tirto.id - Bangladesh merupakan negara tetangga Indonesia yang menjadi tujuan utama para pengungsi Rohingya. Jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh merupakan yang paling banyak dibanding negara-negara lainnya.
Tingginya angka pengungsi Rohingya di Bangladesh tentu dipengaruhi oleh suatu faktor. Apakah agama mayoritas, peta wilayah, dan etnis mayoritas Bangladesh memengaruhi keadaan tersebut? Bagaimana sejarah Bangladesh bisa menjadi negara penampung Rohingya?
Berdasarkan data dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), per Agustus 2023 sudah ada lebih dari 960.000 pengungsi Rohingya di Bangladesh. Kamp pengungsi Rohingya terbesar di Bangladesh berlokasi di Cox's Bazar bernama Kamp Kutupalong.
Kamp pengungsi Kutupalong itu dihuni oleh sekitar 880.000 pengungsi. Kamp Rohingya terbesar kedua di Bangladesh adalah Kamp Nayapara. Tercatat sekitar 20.000 jiwa mengungsi di kamp tersebut.
Tentu sikap terbuka Bangladesh bagi pengungsi Rohingya ini mendapatkan apresiasi yang begitu besar dari dunia internasional. Bangladesh menjadi negara yang paling berhasil memberi solusi terhadap krisis Rohingya dibanding negara-negara lainnya.
Peta Negara Bangladesh
Bangladesh adalah negara yang terletak di Asia Selatan yang sebagian besar wilayahnya berbatasan dengan India. Dikutip dari Nation Online, wilayah Bangladesh berada di delta Sungai Gangga, sungai yang dianggap suci oleh masyarakat India.
Luas wilayah Bangladesh sebesar 143.998 km atau sedikit lebih luas dari Pulau Jawa. Wilayah Bangladesh bagian selatan berbatasan langsung dengan Teluk Bengal. Sementara itu, sebagian kecil wilayah Bangladesh bagian tenggara berbatasan dengan Myanmar.
Negara Bangladesh termasuk negara terpadat di Asia Tenggara. Berdasarkan data tahun 2019, negara ini dihuni oleh lebih 168 juta jiwa. Kota terpadat di Bangladesh adalah Dhaka yang merupakan ibu kota negara tersebut.
Dhaka merupakan kota metropolitan yang dihuni oleh lebih dari 23 juta jiwa pada 2023. Selain Dhaka, kota di Bangladesh yang juga padat adalah Cittagong.
Sekitar 145 km dari Cittagong, terdapat wilayah Cox's Bazar. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Rakhine, Myanmar. Rakhine adalah negara bagian Myanmar tempat pengungsi Rohingya tinggal sebelum operasi pembersihan etnis terjadi.
Wilayah Cox's Bazar menjadi pintu masuk utama para pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine. Alasan ini juga yang membuat Cox's Bazar lokasi berdirinya kamp pengungsian Rohingya terbesar di Bangladesh Kutupalong.
Agama dan Etnis Mayoritas Negara Bangladesh
Agama mayoritas penduduk Bangladesh adalah Islam. Merujuk situs resmi Pemerintah Bangladesh, lebih dari 80 persen penduduk negara tersebut menganut agama Islam Sunni.
Tingginya jumlah pemeluk agama Islam di Bangladesh membuatnya dinobatkan sebagai negara keempat dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.
Agama lain yang dianut penduduk Bangladesh terbesar kedua adalah Hindu. Pemerintah mencatat ada 12 persen penduduk Bangladesh yang menganut agama Hindu.
Agama-agama lain yang juga dianut oleh penduduk Bangladesh namun dalam jumlah kecil adalah Buddha, Kristen, Sikhisme, Iman Bahai, Sarnaisme, dan Animisme.
Negara Bangladesh kurang beragam dari segi etnis. Dikutip dari World Atlas, 98 persen penduduk Bangladesh berasal dari etnis Bengali. Etnis Bengali tergolong sebagai ras campuran. Etnis ini punya nenek moyang dari Indo-Arya, Dravida, Tibeto-Burman, Timur Tengah, dan Austro Asia.
Kelompok etnis Bengali merupakan salah satu kelompok etnis terbesar di dunia dengan jumlah populasi mencapai 285 juta orang. Bangladesh dan India merupakan negara yang menjadi tempat tinggal terpadat untuk etnis ini.
Jika dilihat secara sekilas, ciri-ciri fisik orang Bangladesh etnis Bengali mirip seperti orang India, Pakistan, dan Sri Lanka. Mereka juga punya kemiripan warna kulit dan bentuk mata dengan etnis Rohingya.
Hal ini karena orang-orang Rohingya juga keturunan etnis Bengali. Menurut Nasir Udin dalam Oxford University Press (2020), nenek moyang etnis Rohingya adalah orang Bengali, Arab, Moor, Pathan, Asia Tengah, dan Indo-Mongoloid.
Sejarah Bangladesh dengan Pengungsi Rohingya
Bangladesh telah menjadi negara utama penampung pengungsi Rohingya selama bertahun-tahun.Sejarah mencatat, ratusan ribu pengungsi Rohingya datang bersamaan ke Bangladesh pada 2017 seiring dengan krisis di Myanmar yang kembali pecah.
Namun, Bangladesh diketahui telah membuka pintu bagi pengungsi Rohingya jauh sebelum itu. Menurut catatan Médecins Sans Frontières (MSF), para pengungsi Rohingya sudah kabur ke Bangladesh sejak Myanmar menjalankan Operasi Raja Naga.
Operasi pembersihan etnis itu berlangsung sejak 1977 menyusul keputusan Pemerintah Myanmar untuk tidak mengakui Rohingya sebagai etnis di negara tersebut. Kondisi ini menyebabkan masyarakat Rohingya ditangkap secara massal, dianiaya, dan mengalami kekerasan.
Gelombang pengungsi besar Rohingya ke Bangladesh pertama tercatat pada 1977 hingga 1978. Pemerintah setempat menyebut ada sekitar 200.000 warga Rohingya Myanmar yang melarikan diri ke Bangladesh.
Namun, masifnya gelombang pengungsi di Bangladesh membuat negara tersebut kewalahan. Negara ini terpaksa memulangkan sebagian besar pengungsi ke Myanmar.
Tidak hanya itu, pemerintah juga membuat kebijakan untuk memotong jatah makan mereka yang tersisa di negaranya. Kondisi ini menyebabkan 1979 jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh turun pesat.
Selanjutnya, pada 1989 gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh kembali terjadi. Sekitar 250.000 orang diperkirakan menungsi ke negara tersebut lantaran mendapat penyiksaan dari militer Myanmar.
Kondisi keamanan yang tak kunjung membaik membuat pengungsi Rohingya ke yang masuk ke Bangladesh semakin bertambah. Oleh karena itu, Pemerintah Bangladesh mendirikan kamp-kamp pengungsian sejak 1992 khususnya di wilayah Cox's Bazar.
Kamp-kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh terus berkembang seiring dengan banyaknya warga Rohingya yang berlindung ke sana. Puncaknya pada 2017 lalu, Pemerintah Bangladesh mencatat ada lebih dari 1,1 juta pengungsi Rohingya datang ke negara tersebut.
Lantas, apa yang membuat Bangladesh begitu terbuka bagi pengungsi Rohingya? Profesor Senior di American University, Tazreena Sajjad menyebut alasan Bangladesh membuka diri untuk Rohingya bukan hanya soal letak geografisnya yang dekat dengan Rakhine.
Menurut penelitian yang ia lakukan, Bangladesh membuka diri bagi Rohingya karena alasan iman dan moralitas. Perlu diketahui bahwa Bangladesh adalah negara dengan penduduk Islam terbesar keempat di dunia.
Agama ini juga yang membuat Rohingya sebagai penduduk Muslim di Myanmar bisa mendapat perlindungan di Bangladesh. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan relawan lokal Bangladesh juga menerapkan metode Islam dalam mendukung para pengungsi.
Metode yang diadopsi oleh relawan di Bangladesh adalah zakat dan sedekah. Dua konsep berbagi ini memungkinkan para relawan memperoleh dana untuk merawat para pengungsi Rohingya.
"Para pemimpin agama juga menggunakan konsep ini untuk mendorong donasi. Dalam pidatonya di PBB pada tahun 2019, Perdana Menteri Hasina merujuk pada paham kemanusiaan dalam Islam untuk menjelaskan kebijakannya terkait (membuka) perbatasan," terang Tazreena seperti yang dikutip dari situs American University.
Selain pengungsi Rohingya, Bangladesh juga menggunakan konsep yang sama untuk membuka diri bagi pengungsi selain Muslim. Tazreena mencatat bahwa Bangladesh juga membuka diri bagi pengungsi Rohingya beragama Hindu dan Kristen untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan.