Nasib Driver Ojek Online Saat Aturan Tarif Baru Tak Berjalan Mulus

Reporter: Selfie Miftahul Jannah tirto.id - 07 May 2019 12:35 WIB

View non-AMP version at tirto.id

Tanpa penyesuaian tarif yang memadai, para driver merasa kesulitan menyisihkan pendapatannya untuk keperluan perawatan kendaraan.

tirto.id - Sejumlah driver ojek online sempat mengancam mogok narik selama 12 jam, Senin (6/5/2019) kemarin. Hal ini dipicu langkah Go-Jek yang memutuskan mengembalikan tarif ojek ke harga semula, yaitu Rp1.900/km. Langkah ini tidak sesuai dengan tarif yang dirumuskan dalam Kepmenhub Nomor 348/2019 (PDF) yang mengatur soal pedoman biaya jasa ojek.

Go-Jek mengklaim langkah tersebut bukan melanggar aturan, tapi sebagai uji coba untuk melihat daya beli masyarakat setelah aturan tarif baru ojek online mulai direalisasikan sejak 1 Mei 2019.

Chief Corporate Affairs Go-Jek Nila Marita mengatakan, langkah itu dilakukan karena banyak keluhan dari mitra atau driver-nya yang mengalami penurunan pesanan semenjak penerapan tarif baru.

"Kami melihat selama tiga hari ada penurunan permintaan Go-Ride yang cukup signifikan sehingga berdampak pada penghasilan mitra driver kami," kata Nila saat dihubungi reporter Tirto, Senin siang.

Akan tetapi, penurunan tarif ini hanya bersifat sementara. "Sebenarnya tarif kemarin [turun atau kembali ke awal] itu karena kami masih dalam proses uji coba," kata Vice President Corporate Affairs Go-Jek Michael Say.

Ia mengatakan, saat awal penetapan tarif baru pada 1 Mei lalu, banyak keluhan yang masuk. Ini yang membikin Go-Jek mencoba menurunkan tarif ke angka semula, yaitu Rp1.900/km dari aturan Kepmenhub per 1 Mei 2019 yang seharusnya Rp2.500/km.

"Kami lihat dulu [daya beli] masyarakatnya," kata Michael Say.

Namun, kata Michael, per 6 Mei 2019, tarif sudah kembali menjadi Rp2.500/km. "Sebenarnya sudah diterapkan, tapi ya namanya uji coba. Kami lakukan seminggu dari 1 Mei sampai tanggal 7 Mei. Kan, tarif yang hari ini [6 Mei 2019] pun sudah kembali [Rp.2.500]," kata dia.

Penjelasan manajemen Go-Jek itu selaras dengan hasil riset yang dilakukan Tim Research Institute of Socio-Economic Development (RISED). Lembaga ini telah menyurvei konsumen pengguna jasa ojek online usai pemerintah menetapkan tarif atas bawah sesuai Kepmenhub No. 348/2019.

Hasilnya, kata peneliti RISED sekaligus ekonom dari Universitas Airlanga, Rumayya Batubara, 75 persen penumpang skala nasional dari total 3.000 orang yang disurvei mengatakan tidak setuju dengan kenaikan tarif ojek online yang ditetapkan Kemenhub.

"Tarif atau biaya jasa yang tertera pada Kepmenhub No. 348 tahun 2019 merupakan tarif bersih yang akan diterima pengemudi. Artinya, tarif yang harus dibayar konsumen akan lebih mahal lagi, mengingat harus ditambah biaya sewa aplikasi," kata Rumayya dalam diskusi bertajuk 'Diseminasi Hasil Riset Survei Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online' di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.

Berdasarkan survei itu, penolakan paling tajam terjadi untuk konsumen di Jabodetabek yang mereka kategorikan dalam zona II. Rumayya mengatakan, ada sekitar 82 persen penumpang di Jabodetabek yang menolak kenaikan tarif.

Ditentang Garda

Keputusan Go-Jek mengembalikan tarif ojek online ke tarif semula sekitar Rp1.900/km ternyata berbuah penolakan dari mitra driver-nya. Para pengemudi ini beranggapan Go-Jek telah mengabaikan hak mereka untuk memperoleh kenaikan tarif sesuai dengan Kepmenhub No. 348/2019.

Sejumlah driver ojek daring yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia (GARDA) bahkan sempat merencanakan mogok narik selama 12 jam, Senin kemarin. Meski belakangan, aksi mogok ini batal dilakukan.

Ketua Garda, Igun Wicaksono menjelaskan, alasan para pengemudi kembali beroperasi karena pihak Go-Jek telah memberikan notifikasi penerapan tarif menjadi Rp2.500/km atau sesuai dengan Kepmenhub 348/2019, pada Senin (6/5) sekitar pukul 00.05 WIB .

Para driver ojek daring, tak terkecuali driver Go-Jek, memang punya harapan besar terhadap tarif baru ini. Apalagi, tuntutan terhadap keselamatan berkendara semakin ketat, baik yang datang dari masyarakat selaku pengguna, maupun dari pemerintah sebagai regulator.

Tanpa penyesuaian tarif yang memadai, para driver merasa kesulitan menyisihkan pendapatannya untuk keperluan perawatan kendaraan. Hal sederhana saja, untuk ganti oli hingga ganti kampas rem secara rutin.

"Kalau service motor masih cukup. Tapi, kan, tiap hari ada pengeluaran seperti bensin. Oli dua minggu sekali Rp65 ribu, service Rp80 ribu. Kan, kalau motor tiap hari jalan harus service terus," kata Abdul Mutolib, salah satu driver ojek online kepada reporter Tirto, Senin malam.

Selain itu, kata Mutolib, masih ada pengeluaran rutin lain, seperti bahan bakar hingga konsumsi sehari-hari.

Mutolib menilai, kenaikan tarif seperti diatur dalam Kepmenhub 348/2019 menjadi titik terang bagi driver ojek daring seperti dirinya. Meski jumlah penumpang diakuinya berkurang, tapi besaran pemasukan yang diterima cenderung sama.

"Sejak 1 Mei, penumpang memang berkurang jadi 16, tapi penghasilan tetap. Kan, tadinya jarak dekat itu Rp7.200, tapi kan sekarang Rp10.000," tutur dia.

Kondisi ini jelas menguntungkan bagi para pengemudi. Sebab, dengan besaran tarif lama yang hanya Rp1.900/km, driver merasa seperti dikejar setoran. Mereka dipacu mengejar banyak order demi mendapat target pendapatan. Tak jarang, para driver kelelahan dan berimbas pada menurunnya konsentrasi berkendara yang berbahaya bagi keselamatan mereka.

"Capek tenaga banget. Kami, mah, mitra kalau mati, mati saja, enggak ada tunjangan kematian. Pihak sana [penyedia aplikasi] itu parah banget. Kami mitra, tapi enggak dikasih apa-apa. Katanya unicorn, decacorn. Kami enggak dikasih apa pun selain dari konsumen," kata Semi Taroreh, driver ojek online lainnya.

Dengan frekuensi berkendara yang lebih rendah, kondisi kendaraan juga bisa lebih terjaga. Sehingga Abdul Mutolib, Semi Taroreh, dan sejumlah driver ojek online lainnya sangat berharap pada penyesuaian tarif tersebut.

Baca juga artikel terkait Ojek Online atau tulisan menarik lainnya Selfie Miftahul Jannah
(tirto.id - smj/abd)

Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz