Menuju konten utama
Harun Nasution

Harun Nasution

Rektor Pejabat Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (1973 - 1984)

Tempat & Tanggal Lahir

Pematang Siantar, Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, Indonesia, 23 September 1919

Karir

  • Staf Pegawai Departemen Luar Negeri (KBRI) di Mesir dan Belgia (1953 - 1960)
  • Dosen Pengajar Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (1969 - 1998)
  • Wakil Rektor Pejabat Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (1970 - 1973)
  • Rektor Pejabat Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (1973 - 1984)

Pendidikan

  • Jurusan Studi Sosial, Universitas McGill, Montreal, Kanada (1962 - 1968)
  • Fakultas Usluhudin (Pemikiran Islam) Universitas Al Azhar Kairo (1940 - 1952)
  • Modern Islamietische Kweekschool (Sekolah Guru Islam Modern) Bukittinggi (1934 - 1937)
  • Hollandsch Inlandsch School (Sekolah Dasar Kolonial) Pematang Siantar (1927 - 1934)

Detail Tokoh

Harun Nasution seorang Ahli Filsafat Islam. Harun menulis beberapa judul buku. Harun Nausution dalam ceramah-ceramahnya sering mengatakan Islam merupakan agama yang sangat menghargai akal. Dalam artikel-artikelnya, Harun Nasution sering mengutip ayat Alqur’an yang berisikan tentang keharusan umat Islam dalam mempergunakan akal. Pernah menjadi rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta sejak Maret 1984.

H.A. Jabbar Nasution, adalah ayah Harun Nasuton, bekerja sebagai seorang kadi (pemuka agama). Harun Nasution sudah lancar memmbaca Al Qur’an saat usianya baru tujuh tahun. Harun pernah disekolahkan di SD sekuler kolonial Hollandsch Inlandsch School (HIS) kota kelahirannya. Lulus dari HIS pada 1934, melanjutkan pendidikannya di Moderne Islamietische Kweekschool (MIK) di Bukittinggi, hingga lulus tahun 1937.

Orang tuanya tidak memberi izin masuk sekolah menengah umum di Yogyakarta. Semasa usia sekolah, Harun aktif di kepanduan. Tahun 1940, Harun dikirim ke Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Harun Nasution berada di luar negeri selama kurang lebih 12 tahun. Setelah itu barulah dia pulang ke Indonesia.

Setiba di tanah air, Harun Nasution melamar kerja ke Departemen Luar Negeri. Harun bekerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo dan Brussel antara kurun waktu 1953-1960. Karirnya naik dengan cepat, sampai pada akhirnya menduduki jabatan sebagai Sekretaris III di KBRI Brasil. Penguasaan bahasa asingnya membuat karirnya cukup baik di Departemen Luar Negeri.

Tahun 1962, Harun Nasution minta ijin mundur dari Departemen Luar Negeri. Dia mendapat beasiswa untuk kuliah pascasarjana di Universitas McGill, Montreal, Kanada, 1965. Beasiswanya berasal dari pusat kajian Islam di kampus tersebut. Setelah memperoleh gelar masternya (MA) pada 1965, dia mengambil gelar doktornya. Harun Nasution berhasil meraih gelar doktor pada tahun 1968. Harun Nasution lulus program Doktornya (Ph.D) dengan disertasi berjudul "The Place of Reason in Abduh's Theology, it's Impact on His Theological System and Views" tahun 1968.

Pada saat masih belajar di Universitas McGill, Montreal, Kanada, ia menemukan aliran teologi Islam yang menghargai akal disebut Muktazilah. Mulailah sejak saat itu, ia mempergunakan Muktazilah sebagai prototypenya. Harun Nasution memiliki visi membentuk umat Islam yang maju karena pemikiran rasionalnya dalam segala bidang. Harun Nasution memandang di masa depan nanti, Muktazilah atau penggunaan akal dalam peri kehidupan itu umat Islam sangat penting. Bila umat Islam mampu mempergunakannya maka sudah bisa dipastikan Islam akan mencapai masa keemasan seperti yang terjadi di dunia Barat yang telah mengalami kemajuan terlebih dahulu dalam kehidupan.

Sebagai pemikir Islam, sikap Harun Nasution, sempat dicap terlalu liberal. Salah satunya barangkali hanya karena Harun dia menerima tawaran Dr. Karel A. Steenbrink, sarjana perbandingan agama dari Universitas Katolik Nijmegen, Belanda, untuk mengajar di program pascasarjana di kampus Karel.

Sebelum memimpin IAIN sebagai rektor, Harun Nasution sempat menjabat seabgai Dekan Fakultas Pascasarjana IAIN Jakarta ini selalu menekankan pada murid-muridnya khususnya kaum Islam agar mampu berpikir secara rasional. Tokoh ini memuji alisan Mutakzillah dalam Islam atau dikenal dengan pemikiran rasional dalam ilmu pengetahuan pada umumnya.

Sebagai pimpinan IAIN Jakarta, Harun Nasution banyak melontarkan ide-ide pembaharuannya melalui IAIN Jakarta dan Pascasarjana IAIN Jakarta. Berkat dialah, IAIN Jakarta lambat laun menjadi 'kiblat' semua IAIN di Indonesia.

Tahun 1975, Harun Nasution, yang berpikiran luwes, mengusulkan dibentuknya wadah musyawarah antar umat beragama, ketika ada permasalahan dalam hubungan antar agama. Tujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga. Jika ada permasalahan, ‘wadah’ tersebut bisa menjadi penengah.

Harun Nasution meninggal pada 18 September 1998 di Jakarta.

Tokoh Lainnya

Bambang Soesatyo

Bambang Soesatyo

Anggota Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Joko Widodo

Joko Widodo

Presiden RI
Sandiaga Salahuddin Uno

Sandiaga Salahuddin Uno

Menteri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Menteri Kementerian Pertahanan
Agus Harimurti Yudhoyono

Agus Harimurti Yudhoyono

Staff TNI Angkatan Darat
Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo

Gubernur Provinsi Jawa Tengah
Budi Karya Sumadi

Budi Karya Sumadi

Menteri Perhubungan
Zulkifli Hasan

Zulkifli Hasan

Ketua MPR RI
Erick Thohir

Erick Thohir

Menteri Kementrian BUMN