Isi Tuntutan Demo Mahasiswa dan Buruh Hari Ini Soal UU Cipta Kerja

Penulis: Dipna Videlia Putsanratirto.id - 08 Oct 2020 14:00 WIB

View non-AMP version at tirto.id

Daftar tuntutan mahasiswa dan buruh soal UU Cipta Kerja Omnibus Law yang sudah disahkan DPR RI.

tirto.id - Hari ini mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

Demo tak hanya dilakukan mahasiswa di Jakarta, tetapi juga di Lampung, Surabaya, Medan, Yogyakarta, Bandung, dan lain-lain. Para mahasiswa mendesak pemerintah mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah disahkan.

“Fokus kami menekan Presiden Jokowi agar mendengar aspirasi kami yaitu menolak Omnibus Law," kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian, kepada Tirto, Rabu (7/10/2020).

BEM SI juga mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) untuk membatalkan Omnibus Law UU Ciptaker.

"Kami mendesak Presiden mengeluarkan Perppu, arahnya ke sana. Fokus kami bagaimana presiden nolak dulu," kata dia.

Selain di Jakarta, dia mengatakan, terdapat 50 kampus di seluruh Indonesia yang juga akan menggelar aksi serupa di daerah mereka masing-masing.

"Mereka bisa bawa masa banyak untuk aksi besok di daerah mereka," tuturnya.

BEM SI menilai, pengesahan UU Ciptaker pada Senin 5 Oktober 2020 kemarin menjadi hari duka dan penghianatan, sekaligus jadi simbol atas matinya hati nurani para Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah terhadap rakyat Indonesia.

Kata Remy, saat hati rakyat telah tersakiti, buruh menjadi korban atas kerakusan para penguasa dan oligarki, pendidikan, perekonomian, kesehatan dan segala aspek kehidupan dikebiri.

Demo di Yogyakarta juga digelar hari ini, Kamis (8/10/2020). Tuntutan demo di #JogjaMemanggil ini adalah Mosi Tidak Percaya terhadap DPR RI dan meminta pemerintah mencabut UU Cipta Kerja.

Tuntutan Demo Buruh Soal UU Cipta Kerja Omnibus Law

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan organisasinya melakukan demo dengan mogok kerja sebagai bentuk protes buruh atas disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR RI.

Berdasarkan catatan KSPI, aksi mogok nasional yang berlangsung sejak 6-8 Oktober ini dilakukan di berbagai daerah industri:

Serang, Cilegon, Tangerang, Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Cianjur, Bandung, Semarang, Surabaya, Pasuruan, Gresik, Mojokerto, Lampung, Medan, Deli Serdang, Batam, Banda Aceh, Banjarmasin, dan Gorontalo.

Aksi dilakukan sebagai bentuk protes atas rencana pengesahan RUU Cipta Kerja yang dinilai merugikan kaum buruh dan diadakan di lingkungan kerja masing-masing, sebagai upaya untuk menghindari penyebaran penularan wabah COVID-19.

Said mengatakan unjuk rasa pada 6-8 Oktober tersebut akan melibatkan sekitar 2 juta buruh di 150 kabupaten/kota yang berada di 20 provinsi seluruh Indonesia.

Tuntutan utama dalam unjuk rasa tersebut ada 10 poin, antara lain tentang:

1. Pemutusan hubungan kerja (PHK).

2. Sanksi pidana.

3. Tenaga kerja asing (TKA).

4. Upah minimum kota/kabupaten (UMK).

5. Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK).

6. Pesangon.

7. Waktu kerja.

8. Hak upah atas cuti atau cuti yang hilang.

9. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup, "outsourcing" atau alih daya seumur hidup.

10. Potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun akibat karyawan kontrak atau alih daya seumur hidup.

Dari 10 poin tuntutan tersebut, Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR, kata Said, memang menyepakati agar tiga isu, yaitu isu tentang PHK, sanksi dan TKA, dapat kembali kepada ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Namun demikian, menurut Said, tujuh isu lainnya juga sangat penting karena menyangkut kesejahteraan dan upah para buruh.

"Apa itu yang masih dituntut? Meminta UMK dan UMSK jangan hilang. Jadi kembali ke Undang-Undang Nomor 13/2013 tentang Ketenagakerjaan, UMK dan UMSK jangan hilang," katanya.

Pada ketentuan terkait UMK dan UMSK tersebut, pemerintah dan DPR, kata Said, menetapkan harus bersyarat. Sementara, serikat kerja menuntut agar ketentuan terkait UMK dan UMSK itu tidak bersyarat.

"Kita enggak setuju. Syarat apa maksudnya? Kita kan enggak jelas. Jadi (seharusnya) UMK tidak bersyarat dan UMSK tidak hilang," katanya.

Kemudian, para buruh juga menuntut agar pesangon tidak dikurangi, selain mereka juga tidak setuju adanya ketentuan tentang karyawan kontrak dan tenaga alih daya seumur hidup tanpa ada batas waktu.

"Nah, hal-hal lain adalah tentang cuti atau cuti bagi pekerja perempuan khususnya, kemudian juga kita minta jangan ada yang hilang jaminan sosial buat karyawan kontrak dan 'outsourcing'. Kemudian, jangan ada juga waktu kerja yang eksploitatif karena itu adalah salah satu bentuk perbudakan," ujar Said Iqbal.

Baca juga artikel terkaitDemo Mahasiswaatau tulisan menarik lainnyaDipna Videlia Putsanra
(tirto.id - dip/agu)

Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH