tirto.id - Didin Wahyudin terpukul atas kematian putranya, Muhammad Harun Al Rasyid, korban aksi ricuh 22 Mei. Terlebih penyebab anaknya meninggal masih misterius sampai hari ini.
Didin mengisahkan bagaimana Harun pergi dari rumah pada 22 Mei dan dua hari kemudian tak bernyawa.
Keluarga ini tinggal di RT 09/RW 10 No 81 Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Harun adalah anak kedua dari tiga bersaudara, usia 15 tahun, kelas satu SMP.
Harun meninggal pada saat ada aksi rusuh 22 Mei di jembatan layang Slipi, Jakarta Barat, satu dari 9 titik ricuh dalam demo 21-22 Mei.
Didin berkata, pada Rabu pagi, anaknya meminta uang guna membeli dan bermain layang-layang di lapangan bola kampung bersama teman-teman sekolahnya.
Saat pergi, putranya cuma memakai celana pendek dan kaus--artinya, Harun bermain sekitar lingkungannya saja. Biasanya, bila pergi main jauh, Harun pasti mengenakan pakaian rapi, celana panjang, jaket, dan topi, ujar Didin.
Sampai Rabu sore itu Harun tak pulang. Keluarganya pun tak mencarinya. Semula Didin tak berpikir buruk. Ia mengira Harun biasa menginap di rumah temannya.
Esoknya, Kamis, 23 Mei, "Saya ada rasa khawatir," ujar Didin.
Sang ayah memikirkan Harun saat kerja. Penuh rasa cemas, sang ayah terus mengontak istrinya, setiap satu jam sekali, menanyakan kabar anak lelaki semata wayangnya itu.
"Akhirnya pulang kerja, sehabis buka puasa, saya ajak istri untuk mencari Harun di rumah teman-temannya tapi nihil," ucap Didin.
Mereka membagi informasi dan foto anaknya yang hilang di grup teman-teman. Tak lama, ada informasi yang sampai ke mereka bahwa ada anak korban tembak polisi, berada di Rumah Sakit Dharmais. Informasi itu beserta foto si anak.
Didin memperhatikan baik-baik foto yang dibagi di grup WhatsApp itu. Dilihat sekilas, wajahnya mirip dengan Harun, badannya juga, mata dan alisnya juga. Tetapi rambutnya keriting, berbeda dari rambut Harun. Dalam foto itu, anak tersebut tidak menggunakan baju dan mulutnya berbusa.
"Ini bukan anak saya," ujar Didin, meyakinkan diri.
Alhasil, dalam data 8 korban meninggal saat aksi 21-22 Mei itu, yang diumumkan oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan pada 23 Mei, ada satu korban yang disebut "tanpa identitas" di RS Dharmais.
Akhirnya, anak itu diserahkan ke Kapolres Jakarta Barat dan dipindahkan ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Tak lama kemudian, ada tim relawan yang menghubungi Didin. Sang relawan ingin bertemu untuk mencocokkan data.
Meski panik, Didin mempersilakan tim relawan itu. Saat mereka tiba, Didin bersikukuh bahwa foto itu bukan anaknya, bukanlah Harun.
Para relawan itu mengisahkan kepada Didin bagaimana mereka membantu anak itu, terluka dan berlumur darah, di flyover Slipi--berjarak tak lebih satu kilometer dari RS Dharmais.
Anak itu sempat mendapatkan pertolongan pertama di ambulans saat menuju RS Dharmais. Tapi, nyawanya tak tertolong saat tiba di Unit Instalasi Gawat Darurat.
Relawan itu menunjukkan video yang merekam si bocah.
Didin terkesiap. Ia tahu itu anaknya.
"Dia pakai celana pendek kotak-kotak," katanya kepada saya setelah tahlilan pertama di rumahnya, Jumat malam kemarin, 24 Mei.
Penyebab Kematian Harun Masih Misterius
Keluarga bergegas memulangkan Muhammad Harun Al Rasyid dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Namun, karena data kurang lengkap, permohonan membawa pulang jenazah Harun ditolak oleh otoritas rumah sakit pada Kamis malam, 23 Mei. Pihak dokter menyarankan Jumat pagi untuk mengambilnya.
"Sampai RS Kramat Jati, dokter menganjurkan Jenazah diautopsi. Kami setujui, tapi hasil autopsi enggak dikasih," ujar Didin. Autopsi adalah prosedur medis lewat pembedahan oleh dokter forensik guna mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya.
Tetapi, hasil autopsi itu terlalu lama sementara sang anak sudah dua hari di lemari pendingin mayat. Alhasil, keluarga membawa pulang Harun tanpa memegang hasil autopsi.
"Sampai rumah, jenazah dalam keadaan rapi, sudah dikafani. Jadi saya tidak tahu kondisi badannya. Sudah bersih. Yang mengafani dari RS Kramat Jati," kata Didin
Sebenarnya sang ayah ingin memandikan jenazah Harun sekaligus melihat kondisi tubuh anaknya itu. Tapi, kakek Harun melarang karena kasihan melihat cucunya yang sudah dua hari dua malam di lemari pendingin mayat.
Khawatir kelamaan, Didin memutuskan hanya melihat wajahnya. Ia tak melihat kondisi seluruh tubuh Harun, tapi dari wajahnya, ada jahitan di dagu, dan bibir memutih seperti luka panau--tanda mayat terlalu lama. Kepala Harun sudah lembek.
Didin sempat melihat foto di rumah sakit ada perban di bahu Harun tapi ia tidak tahu apakah perban itu buat menutupi luka bolong atau tidak--misalnya terkena luka tembak.
Pada Jumat, 24 Mei, selepas salat asar, Harun dikebumikan di TPU Duri Kepa.
Harun Rasyid Bukanlah Orang yang Dikeroyok di Dekat Masjid Al Huda
Saya juga sempat bertanya apakah Harun adalah orang dalam video penganiayaan di dekat kompleks Masjid Al Huda, Kampung Bali, Tanah Abang? Video ini viral di media sosial dan mencampuradukkan fakta bahwa orang yang dikeroyok itu, diduga dilakukan oleh polisi Indonesia, adalah Harun.
Yayan, Ketua RW 10 Kelurahan Duri Kepa, berkata orang dalam video itu bukanlah Harun. Yayan bilang Harun meninggal saat malam hari di jembatan Slipi. Sementara video pengeroyokan itu pada siang hari.
Yayan juga menerima kiriman foto dan video itu dengan informasi bahwa orang yang dikeyorok adalah Harun. Semula ia sempat percaya, tetapi setelah melihat, ternyata bukan. Orangnya berbeda.
Tajudin, Imam Masjid Al Huda, berkata bahwa korban pengeroyokan dalam video itu adalah juru parkir lahan kosong di belakang masjid, yang dikelola oleh Smart Service Parking. Tajudin mengaku tidak mengenal anak tersebut.
Tentu Harun bukanlah orangnya. Harun adalah bocah 15 tahun, siswa SMP, dan tinggal di Kebon Jeruk, berjarak sekitar 7 kilometer dari kampung Bali.
Ayahnya, saat saya mengunjungi rumah dan ikut tahlilan, berkata perlu ada keadilan bagi anaknya. Jika Harun mati dibunuh, ujarnya, pelakunya harus diproses ke jalur hukum.
Anaknya sudah menjadi mayat dan pelakunya harus dihukum seberat-beratnya.
"Ini pembunuhan," ujar Didin.
=======
Catatan:
Redaksi mengubah judul yang lebih tegas dari semula judul "Kronologi Tewasnya Harun, Korban Kerusuhan 22 Mei", dengan alasan nama Harun, dalam video yang viral di media sosial, disebut secara keliru sebagai korban pengeroyokan di sekitar kompleks Masjid Al Huda.
Kami menegaskan bahwa Harun adalah korban kerusuhan di Slipi, yang jenazahnya tak teridentifikasi di RS Dharmais sehingga dibawa ke RS Polri.