AJI: Pembocoran Data E-KTP oleh Mendagri Langgar Privasi

Reporter: Maya Saputri tirto.id - 12 May 2017 17:08 WIB

View non-AMP version at tirto.id

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan tindakan Mendagri menyebarkan data pribadi adalah pelanggaran atas hak privasi seseorang.

tirto.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan tindakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebarkan data pribadi (e-KTP) adalah pelanggaran atas hak privasi seseorang. Selain itu, media massa diharapkan tidak ikut menyebarluaskan data-data pribadi seseorang tanpa seizin pemiliknya.

Hal itu disampaikan oleh Ketua AJI Indonesia, Suwarjono, dalam siaran persnya yang diterima Tirto, Jumat (12/5/2017).

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo sempat marah terhadap orasi Veronica Koman yang menyebut vonis Ahok dibebankan pada kesalahan pemerintahan Jokowi. Mendagri juga menyebarkan data pribadi Veronica ke grup WhatsApp wartawan gara-gara orasinya yang emosional pada Selasa malam, di depan Rutan Cipinang, atas jerat pasal penodaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Mendagri menyebar video yang sudah dipotong berdurasi sekira 30 detik tetapi isinya mengulang-ulang pernyataan Koman bahwa “rezim Jokowi adalah rezim yang lebih parah dari rezim SBY.” Dalam orasi itu, Koman juga berkata, “Saya berdiri hari ini membela Ahok”, bersama lautan manusia lain yang mendatangi lokasi penahahan Ahok, “karena ini adalah keadilan yang diinjak-injak.”

Tindakan Mendagri yang menyebarkan data pribadi Veronica tersebut diberitakan oleh sejumlah media massa. Suwarjono menyampaikan apresiasi terhadap sejumlah media massa yang turut memberitakan dugaan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang oleh Menteri Dalam Negeri itu.

“Pers selayaknya memberitakan dugaan penyalahgunaan wewenang itu, karena ada sejumlah aturan hukum yang diduga telah dilanggar Menteri Dalam Negeri dengan penyebarluasan identitas pribadi orator itu. Cara-cara Mendagri itu melanggar jaminan perlindungan hak pribadi dan jaminan kebebasan hak berpendapat warga negara yang dijamin Pasal Pasal 28E ayat (2) dan (3) serta Pasal 28G ayat (1) Undang-undang Dasar 1945,” kata Suwarjono.

Meski demikian, AJI Indonesia menyayangkan sejumlah pemberitaan pers yang justru mengungkap rinci data-data pribadi orator itu. “Kami menyerukan, cara pers untuk mengkritisi dugaan penyalahgunaan wewenang Menteri Dalam Negeri sedapat mungkin tidak mengungkapkan data pribadi orator itu.

“Sesuai ketentuan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Penafsiran resmi dari Dewan Pers telah menegaskan, bahwa pengertian ‘cara profesional’ itu mencakup kewajiban wartawan untuk menghormati hak privasi seseorang,” kata Suwarjono.

Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Arfi Bambani menegaskan unsur kepentingan publik dalam pemberitaan ini adalah dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Mendagri dan bukan identitas orator yang data pribadinya dibagikan Menteri Dalam Negeri itu.

“Orator itu adalah seorang warga negara, bukan pejabat publik, yang berhak mendapatkan perlindungan hak privasi atas segala kehidupan pribadinya, termasuk data pribadi yang dibagikan Mendagri tanpa seizin orator itu. Kami menyeru agar pemberitaan kasus ini tidak merinci lebih lanjut data-data pribadi orator itu,” kata Arfi.

Arfi mengingatkan, tindakan menyebarluaskan identitas orator itu tidak dapat dibenarkan menurut aturan undang-undang, maupun Kode Etik Jurnalistik.

Menurut Arfi, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam pasal 79 (1) jelas disebutkan data perseorangan dokumen kependudukan harus dilindungi kerahasiaannya.

“Karena orator itu bukan seorang pejabat publik, tidak ada alasan hak bagi pers untuk mengungkapkan identitas dia tanpa seizin yang bersangkutan. Apalagi, persoalan publik dalam kasus ini memang bukan soal identitas seorang warga negara, tetapi tentang seorang Mendagri membagikan data perseorangan warga negara,” kata Arfi.

Selain itu, Damar Juniarto dari Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi juga mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk mencopot jabatan Tjahjo Kumolo dari jabatan Mendagri.

Damar mendesak aparat penegak hukum menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan Tjahjo Kumolo. Ia meminta Tjahjo Kumolo meminta maaf secara terbuka kepada seluruh Warga Negara Indonesia.

“Presiden RI dan para pembantunya untuk melindungi, menghormati dan menghargai hak konstitusi warga negara atas kebebasan berpendapat serta berekspresi, bahkan tidak melakukan kriminalisasi ataupun tindakan represif atas pelaksanaan hak tersebut,” kata Damar.

Redaksi media, dikatakan Damar, seharusnya tidak menyebarkan data e-KTP warga negara tersebut tanpa seizin pemilik data untuk menghindari pelanggaran hukum dan kode etik jurnalistik. Bagi yang telah telanjur mencantumkan data e-KTP warga tersebut, Damar mengimbau untuk mencabut gambar atau data pribadi warga negara tersebut.

Baca juga artikel terkait Vonis Ahok atau tulisan menarik lainnya Maya Saputri
(tirto.id - may/may)

Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri